Di sebuah ladang yang subur, terdapat 2 buah bibit
tanaman yang terhampar. Bibit yang pertama berkata, “Aku ingin tumbuh besar.
Aku ingin menjejakkan akarku sangat dalam di tanah ini, dan menjulangkan
tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua
tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan
matahari, serta kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku.”
Dan bibit
yang pertama inipun tumbuh, makin menjulang.
Bibit yang
kedua bergumam. “Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak
tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan
jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan
hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku
terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti, jika aku tumbuh
dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak,
akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman.”
Dan bibit
itupun menunggu, dalam kesendirian.
Beberapa
pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi,
dan memakannya segera.
Kata kunci : bibit
Ulasan
singkat : Dalam setiap diri kita, Tuhan menaruh benih-benih kedasyatan untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan besar sesuai dengan rancangan Allah. Benih-benih
itu harus kita jaga dan rawat sehingga dapat tumbuh dengan baik dan
menghasilkan buah pada waktunya.
Namun
ada orang yang begitu kuatir dan membiarkan benih-benih Ilahi itu tidak
berkembang. Ia ibarat orang bodoh yang menyia-nyiakan talenta yang dipercayakan
kepadanya, seperti dikisahkan dalam MATIUS 25:18
“Tetapi hamba yang menerima satu talenta
itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. “
Pemenang
melihat kemungkinan; Pecundang melihat masalah.
Anonim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar