Minggu, 18 Mei 2014

RP. 20.000/JAM



Seorang pria pulang kantor terlambat, dalam keadaan lelah dan penat, saat menemukan anak lelakinya yang berumur 5 tahun menyambutnya di depan pintu.

“Ayah, boleh aku tanyakan satu hal?”
 “Tentu, ada apa?”
 “Ayah, berapa rupiah ayah peroleh tiap jamnya?”
 “Itu bukan urusanmu. Mengapa kau tanyakan soal itu?” kata si lelaki dengan marah.
 “Saya cuma mau tahu. Tolong beritahu saya, berapa rupiah ayah peroleh dalam satu jam?” si kecil memohon.
 “Baiklah, kalau kau tetap ingin mengetahuinya. Ayah mendapatkan Rp 20 ribu tiap jamnya.”
 “Oh,” sahut si kecil, dengan kepala menunduk. Tak lama kemudian ia mendongakkan kepala, dan berkata pada ayahnya, “Yah, boleh aku pinjam uang Rp 10 ribu?”

Si ayah tambah marah, “Kalau kamu tanya-tanya soal itu hanya supaya dapat meminjam uang dari ayah agar dapat jajan sembarangan atau membeli mainan, pergi sana ke kamarmu, dan tidur. Sungguh keterlaluan. Ayah bekerja begitu keras berjam-jam setiap hari, ayah tak punya waktu untuk perengek begitu.”

Si kecil pergi ke kamarnya dengan sedih dan menutup pintu. Si ayah duduk dan merasa makin jengkel pada pertanyaan anak lelakinya.

Betapa kurang ajarnya ia menanyakan hal itu hanya untuk mendapatkan uang? Sekitar sejam kemudian, ketika lelaki itu mulai tenang, ia berpikir barangkali ia terlalu keras pada si anak. Barangkali ada keperluan yang penting hingga anaknya memerlukan uang Rp 10 ribu darinya, toh ia tak sering-sering meminta uang. Lelaki itu pun beranjak ke pintu kamar si kecil dan membukanya.

“Kau tertidur, Nak?” ia bertanya.
 “Tidak, Yah, aku terjaga,” jawab si anak.
 “Setelah ayah pikir-pikir, barangkali tadi ayah terlalu keras padamu,” kata si ayah. “Hari ini ayah begitu repot dan sibuk, dan ayah melampiaskannya padamu. Ini uang Rp 10 ribu yang kau perlukan.”

Si bocah laki-laki itu duduk dengan sumringah, tersenyum, dan berseru, “Oh, ayah, terima kasih.”

Lalu, sambil menguak bantal tempatnya biasa tidur, si kecil mengambil beberapa lembar uang yang tampak kumal dan lecek.

Melihat anaknya ternyata telah memiliki uang, si ayah kembali naik pitam. Si kecil tampak menghitung-hitung uangnya.

“Kalau kamu sudah punya uang sendiri, kenapa minta lagi?” gerutu ayahnya.
 “Karena uangku belum cukup, tapi sekarang sudah.” jawab si kecil.
 “Ayah, sekarang aku punya Rp 20 ribu. Boleh aku membeli waktu ayah barang satu jam? Pulanglah satu jam lebih awal besok, aku ingin makan malam bersamamu.”

Kata kunci : menyediakan waktu

Ulasan singkat : kesibukan sering menyita waktu-waktu berharga bersama keluarga. Yang paling menderita adalah anak-anak yang pertumbuhan jasmani, rohani, dan mentalnya amat membutuhkan pendampingan oleh orang tua.
Waktu yang berharga bersama anak tidak bisa digantikan dengan uang, barang, atau kehadiran orang ketiga. Bila kita menginginkan anak yang memiliki kualitas fisik, rohani dan mental yang prima maka kita harus ada saat anak membutuhkan dan itu menuntut untuk menyediakan waktu. Firman Tuhan mengajarkan hal ini dalam AMSAL  29:15. “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya. “


Seringkali kita terlalu sibuk menambah masalah-masalah baru sehingga kita lupa menghitung berkat-berkat yang kita peroleh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar