Minggu, 18 Mei 2014

SEBUAH KOIN PENYOK


Seorang pria yang sedang kalut berjalan menyusuri jalan berbatu. Sudah lama ia menganggur dan tak memiliki penghasilan untuk memberi makan istri dan anaknya di rumah. Belum lagi hutang-hutang di kios dekat rumahnya yang kian menumpuk.

Dalam kekalutan, ia berjalan menunduk sedih tak tentu arah tujuannya. Tiba-tiba matanya tertuju pada sesuatu yang berkilau di balik bebatuan. Ia pun membungkuk dan mengambil benda yang menarik perhatiannya. Rupanya sebuah koin kuno yang sudah penyok teronggok dibebatuan.


“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” seorang yang ditemuinya di jalan memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjurannya dan  membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu tua sedang diobral. Dia bermaksud membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Kata kunci : kehilangan

Ulasan singkat : bila seseorang mengikatkan diri kepada harta dan kekayaan yang dapat binasa maka ia akan hidup dalam penderitaan dan rasa kehilangan yang besar saat semua itu diambil dari padanya.
Namun ketika seseorang menerima harta dan  kekayaan sebagai titipan dari Tuhan, maka saat semua itu diambil, ia masih bisa hidup dalam sekacita dan rasa syukur. Janganlah menghambakan diri pada kekayaan yang dapat binasa seperti di firmankan dalam MATIUS  6:21 “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”

Jika Anda ingin membahagiakan seseorang, janganlah Anda berbuat untuk menambah kekayaannya, tetapi berusahalah untuk mengurangi ambisinya.

Anonim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar